PEREMPUAN PRESPEKTIF PEMUDA YAHUD

Apa yang kalian pikirkan jika seseorang berbicara tentang “Perempuan” ? atau sesorang bertanya pendapat terhadap “Perempuan” ? Tentunya banyak sekali pemikiran-pemikiran kalian yang sudah meluap dalam otak yang harus segera dituangkan dalam perkataan-perkataan indah ataupun elusif. Berbicara tentang perempuan, akan terasa canggung atau aneh jika kita mengartikan perempuan dalam prespektif sepihak saja. Perempuan dalam sudut pandang perempuan diartikan sebagai seorang atau sosok lemah lembut yang dimarginalkan namun sesungguhnya mempunyai jiwa yang kuat dalam dirinya. Laki-laki akan beranggapan bahwa pekerjaan berat yang hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki tidak dapat dikerjakan oleh perempuan, padahal sebenarnya dalam diri perempuan mampu mengerjakan itu. Namun memang dapat diakui bahwa sebagian perempuan merasa “malu” atau “gengsi” jika pekerjaan itu terkesan apa adanya dan membutuhkan tenaga ekstra misalnya saja kuli bangunan, tukang sapu, tukang kebun dan lain sebagainya. 


Gambar di ambli dari https://www.google.com/amp/s/amp.dw.com/id/bias-dan-stereotip-tampilan-perempuan-di-google-image/a-56794326

Beralih dalam perempuan prespektif pemuda yahud atau bahasa kerenya adalah laki-laki hebat, dari hasil survei dalam lingkup perguruan tinggi, sebagian laki-laki beranggapan bahwa perempuan adalah segalanya untuk laki-laki karena ia menyadari bahwa dia pernah berkembang dalam tubuh seorang perempuan selama sembilan bulan. Laki-laki tipe ini adalah sosok yang mengenal atau tidak teori tentang kesetaraan gender akan otomatis  merealisasikan atau mengimplementasikan makna kesetaraan gender dalam kehidupanya. Lalu apa hubungan kesetaraan gender dengan prespektif sebagian laki-laki ini ? menurut Warni Tune Summar (2015) kesetaraan gender adalah gagasan awal, tujuan atau misi utama untuk menciptakan kesejahteraan dan membangun jiwa yang berkualitas. Hal ini setara adalah keadilan, keadilan antara kaum feminis dengan kaum maskulin dan haram untuk tumpang tindih antara satu dengan lainya atau sebaliknya. 

Sehingga laki-laki yang telah memuliakan perempuan pasti akan memaknai kesetaraan gender sebagai “kewajiban” bukan ”paksaan”. Selanjutnya  sebagian laki-laki lainya mengatakan bahwa perempuan itu penuh dengan teka-teki. Teka-teki ini apakah menjurus dalam kesetaraan gender atau tidak ? prespektif sebagian laki-laki mengartikan perempuan sebagai seorang yang tidak dapat ditebak apa kemauan mereka sesungguhnya, misalnya saja ketika mau makan apa, perempuan yang menjawab “terserah” akan menolak ketika dipilihkan terserah. Rumit bukan ? Pendapat laki-laki ini memiliki makna dua arah, yang pertama ia cenderung menggunakan akalnya saja ketika berinteraksi dengan perempuan tersebut sehingga merasa perempuan adalah sosok yang sulit dimengerti (arah laki-laki yang belum memahami kesetraan gender) dan yang kedua ia menggunakan akalnya untuk merasakan bahwa perempuan mode terserah memiliki makna ia sebenarnya tidak mau melakukan hal yang ditawarkan (arah laki-laki yang memahami kesetaraan gender). Sebagian lainya lagi mengatakan bahwa perempuan itu menakutkan namun sebenarnya indah, manis dan masa depan. Laki-laki yang mengutarakan pendapat tersebut tentu telah memahami jika perempuan adalah sosok yang istimewa dan memang harus dihargai. Namun bagaimana pemikiran laki-laki yang berfikir bahwa perempuan adalah sosok yang merepotkan, baperan, tidak dapat diajak bercanda atau menjadi beban saja untuk laki-laki?

Taukah kalian jika sebenarnya perempuan adalah sosok yang cerdas ? Sebut saja perempuan yang dimaksud disini adalah “Perempuan yahud”. Perempuan dituntut untuk baik-baik saja ketika kondisinya terbalik 180° dalam menjalani semua problematika yang ada. Misalnya, perempuan yahud yang sudah berumah tangga atau bahkan yang belum berumah tangga harus memiliki keterampilan “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”, pepatah itu seperti hanya dispesifikasikan pada perempuan saja. Ia dituntut untuk bekerja di rumah, mengurusi anak atau adik yang belajar online atau mengerjakan PR sambil membersihkan rumah tanpa ada campur tangan laki-laki. Misalnya saja, ia menanak nasi, sambil mendidihkan air, sambil memotong-motong sayuran dan dapat juga sambil merendam pakaian kotor dengan harapan semua pekerjaan dapat selesai dalam waktu singkat. Padahal sebenarnya semua hal itu dapat dikerjakan oleh laki-laki. Perempuan sering merasa “Spechless”[1] jika terdapat laki-laki yang berkedok sibuk dengan pekerjaanya. Proplematika perempuan yahud ini dapat menimbulkan dampak seperti kekerasan dalam rumah tangganya, karena ketika perempuan mengutarakan keluh kesahnya laki-laki malah akan mengutarakan apa yang dirasakan di pekerjaanya dan ia akan melakukan kekerasan jika hilang kesabaranya. Selama pandemi ini tingkat kekerasan dalam rumah tangga meningkat drastis hingga 18% yaitu 2.300 kasus pada tahun 2021 (dilansir dari https://www.suara.com/news/2021/08/24/153637/kekerasan-terhadap-perempuan-saat-pandemi-tahun-ini-naik-drastis-tercatat-ada-2500-kasus?page=2) sehingga perlu adanya pemahaman atau pengetahuan tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Kembali ke beberapa pendapat atau preskpektif laki-laki tentang perempuan di paragraf atas, sebagian laki-laki telah memiliki jiwa kesetaraan atau menghargai kepada perempuan, sehingga perempuan pandemi yang memiliki laki-laki dengan tipe itu tidak perlu risau dan tidak akan pernah khawatir dengan pekerjaan gandanya. Mereka pasti akan membantu dengan memikul pekerjaan secara bersama-sama. Mereka cenderung mendengarkan dan memberi ruang kepada perempuan untuk berpendapat atau berkeluh kesah, lalu memikirkan solusi bersama. Perempuan yang Hight Class akan selalu menghargai laki-laki selama tidak merugikan salah satu pihak, namun laki-laki yang limited edition akan menganggap bahwa perempuan bukan penghalang namun jembatan menuju kehidupan sesungguhnya.

Penulis : Istifaniyah



[1] Tidak dapat bicara atau memang sudah lelah untuk bicara

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama